Minggu, 30 Desember 2012

Tidak Ada Peran Kecil di Dunia ini

Tidak ada di dunia ini orang yang mau dikatakan pecundang. Setiap orang mencoba berbuat lebih untuk hidupnya serta lingkungan sekitar mereka. Melakukan sesuatu untuk diri sendiri atau orang lain selagi mempunyai tujuan itu merupakan sebuah peran. 

Berbuat remeh atau penting tidak kemudian itu membedakan sebuah peran menjadi peran besar atau peran kecil. Sedikit berbuat tidak berarti merupakan peran kecil karena sejatinya tidak ada peran kecil di dunia ini. Selayaknya paku bentuknya kecil dan nilainya mungkin tidak seberapa, tapi perannya untuk sebuah bangunan rumah tidak bisa dikatakan kecil. 

Begitu juga dengan tanggung jawab, tidak dapat kemudian tanggung jawab itu diklasifikasikan menjadi tanggung jawab besar atau kecil yang ada hanyalah tanggung jawab itu sendiri tanpa embel-embel besar atau kecil. Sekecil apapun anggapan orang terkait tanggung jawab yang kita emban tetap saja ketika tanggung jawab itu tidak dilaksanakan bisa menjadi masalah besar. 

Setiap manusia mempunyai tanggung jawab serta peran masing-masing dan yang perlu manusia lakukan hanyalah melaksanakan itu semua serta belajar untuk dapat memahami sebuah peran dan tanggung jawab. Memahami peran dan tanggung jawab orang lain yang terkesan remeh dapat meningkatkan kebijaksanaan kita karena sesungguhnya saat meremehkan orang lain itu sama saja seperti berlari dan tiba-tiba kita menghentikan langkah kemudian mempersilahkan orang lain yang sedang berjalan untuk melewati kita.

Kamis, 13 Desember 2012

Kosong


Dapat melihat merupakan suatu hal yang menakjubkan, saking takjubnya otak ini berpikir apakah benar yang kulihat ini nyata? Apakah benar yang aku lihat sebenarnya sama dengan apa yang orang lain lihat? Sekiranya orang lain menyatakan kesamaan bentuk dan tekstur benda yang sama-sama kita lihat, tapi apakah benar yang dimaksud kita sama? Karena bisa saja apa yang aku lihat bulat menurut penghilatanku itu ternyata berbentuk kotak dari penglihatan orang lain yang disebut bulat. Dari ini membuat aku merasa bahwa hidup ini seperti ilusi, iya ilusi. Apakah kita ini benar-benar ada pun menjadi pertanyaan tersendiri dalam benakku karena semakin terus menerus aku berpikir sejatinya kosong-lah yang kutemukan.

Raga dan jiwa apakah suatu kesatuan? Ah menurutku ini bukan suatu kesatuan karena saat pikiranku melayang yang aku rasakan ikut hanyalah jiwa sedangkan raga terpisah berada jauh ditempat lain dan lagi-lagi hampa serta kosong lah didapat. Saat perasaan mengatakan hati ini sakit atau bahkan luka tinggal separo, nyatanya hati secara raga tidak demikian. Permainan macam apa hidup ini?


Rabu, 12 Desember 2012

Setingkat Mimpi (Semoga lebih baik)


“Semoga lebih baik” kata-kata itu sering kita terdengar dari sebuah ucapan selamat. Sebuah kalimat abstrak yang bahkan saat diminta untuk mendeskripsikanpun orang bingung menjawabnya. Kalimat yang mengandung sebuah doa dengan pengharapan yang tinggi, namun bagaimana Tuhan  akan mengabulkan? sementara kalimat yang diucapkannya itu kurang jelas mengenai apa yang diinginkan, “lebih baik yang seperti apa yang dimaksud?”. Andai saja yang “lebih baik” adalah tercapainya sebuah mimpi, mimpi apa yang diharapkan? Lagi-lagi Tuhan dibuat bingung.

Berbicara mengenai mimpi, wajar saja setiap manusia mempunyai banyak impian dan pengharapan. Hidup berkecukupan harta serta banyak cinta menjadi dambaan sedikitnya sejuta orang di dunia, hal ini menjadikan manusia senantiasa berlomba-lomba untuk meraihnya. Nah, tinggal bagaimana caranya? Setiap orang mempunyai pilihan jalan masing-masing. Baik buruk disini bukan menjadi patokan dunia namun hasil-lah yang akan menentukan, iya memang saat kita menggunakan jalan yang sesat ini artinya menjadi tidak berkah, tapi dunia tidak mengenal itu melainkan siapa yang disebut berhasil dialah yang berpengaruh. “Tapi banyak juga ko yang menggunakan cara-cara baik dia bisa berhasil!” Begitu kata seorang sahabat, saya “Iiiyaaa, memang benar begitu adanya dan itu yang saya sarankan, menggunakan cara baik untuk meraih keberhasilan,he”.

Sebelum berbicara mengenai teraihnya mimpi, keinginan atau keberhasilan terlebih dahulu perlu kita berbicara mengenai cara untuk meraihnya, “proses” begitu kata orang. Proses bisa diibaratkan sebuah perjalanan yang dimana ada jelas tujuannya dan seharusnya sudah jelas juga alat transportasi apa yang digunakan serta kapan kita sampai pada tempat tujuan. Seyakin-yakinnya kita tentang pentingnya proses tapi tanpa kita tahu alat transpotasi yang digunakan, tempat tujuan itu hanya sekedar mimpi (dalam arti sebenarnya) begitupun saat kita tidak tahu kapan kita sampai, hal ini benar-benar menjadikan tempat tujuan hanya sebagai khayalan, terlebih lagi bagi orang yang tempat tujuannya saja tidak tahu. Masih yakin proses itu penting? Kalau saya, masih.

Keinginan adalah sumber penderitaan, kata-kata ini lah yang senantiasa terngiang dalam benak saya. Sebuah kalimat bermakna ambigu yang bisa berdampak besar bagi orang yang meyakininya. Kalimat yang bisa saja membuat orang enggan mempunyai keinginan karena takut menderita, namun bisa juga dimaknakan karena takut menderita dan sudah terlanjur mempunyai keinginan maka ini menjadi tantangan untuk segera mewujudkan keinginan agar tidak menderita. Namun bagi saya keinginan akan menjadi sumber penderitaan apabila keinginan kita tidak realialistis serta keinginannya ingin dalam satu waktu terwujud semua. Seorang guru pernah mengajarkan kepada saya bagaimana cara mencapai keinginan yang besar agar tetap realistis untuk dicapai. Caranya adalah dengan memotong keinginan-keinginan yang besar itu menjadi beberapa bagian kecil, maksudnya apabila diibaratkan keinginan atau mimpi itu puncak gedung 10 lantai, untuk mencapainya tentu kita harus menuju kelantai 1 terlebih dahulu selanjutnya 2, 3, 4 dan seterusnya.  Apabila kita punya impian besar berpenghasilan 100 juta perbulan, kita perlu memotong impian kita terlebih dahulu menjadi 5 juta per bulan, apabila sudah tercapai akan lebih mudah kita untuk meningkatkan mimpi kita untuk berpenghasilan 7 juta perbulan, selanjutnya 10 juta perbulan juga menjadi hal yang ringan karena hanya memerlukan sedikit tambahan energy bekerja dan bukan tidak mungkin 20 juta perbulan dapat dicapai dengan ringan, begitu seterusnya.

Dari cerita guru diatas akhirnya saya mendapat pelajaran dimana ternyata berpikir realistis itu mengurangi beban penderitaan sehingga sering saya berdoa “semoga saya satu tingkat lebih baik dari saya sekarang”. =p