Selasa, 10 April 2018

Tedjo - Rapat


Dalam sebuah rapat penting, pak Bambang memberikan arahan serta sesekali marah karena target yang dia berikan tidak kunjung diselesaikan dengan baik oleh anak buahnya. Tidak seperti biasanya tedjo yang biasanya tenang kali ini dia terlihat paling tegang, mungkin karena ada kesalahan yang telah dia lakukan.

Keringat mengucur cukup deras di pelipis Tedjo, matanya melotot seperti terkejut saat pak Bambang berbicara dengan nada meninggi, perut serta kakinya tiba-tiba kaku. Dari sudut penglihatan Tedjo, pak Bambang seketika begitu serius saat Barkah, orang yang duduk di samping Tedjo sedang memberikan penjelasan mengenai kendala-kendala yang dialami, terlihat sekali pak Bambang tidak dapat menerima alasan apapun. Jantung Tedjo berdetak semakin kencang karena setelah orang disampingnya diberi pertanyaan oleh pak Bambang artinya giliran berikutnya adalah dia.

Tedjo melamun membayangkan hal mengerikan akan terjadi padanya, dalam lamunan sayup-sayup terdengar “Tedjo, ayo keluarkan, keluarkan saja” suara pak Bambang berulang-ulang dan meninggi, dengan sigap Tedjo membalas “baik pak, segera saya keluarkan”. Tampak wajah Tedjo mengadah ke atas sambil memejamkan mata kemudian tubuhnya bergetar seperti orang gemetar namun hanya sekali, wajah tegang seketika berubah menjadi wajah lega sumringah. “kamu keluarkan saja bukti SMS komplain dari klien kita, biar Barkah tau dimana letak kesalahannya” ucap pak Bambang menegaskan kembali perkataan dia sebelumnya yang diikuti suasana hening.

Sementara, lantai ruang rapat basah akibat Tedjo mengeluarkan air seni nya yang semenjak awal rapat dia tahan karena AC yang terlalu dingin. Dengan wajah terkejut namun kemudian langsung menunduk Tedjo berkata lirih “baik pak :(”. Seketika tubuh lemas, tak terasa sisa sedikit air senipun kembali keluar.

Tedjo - Merantau


Setelah sarapan, tedjo membayangkan perjalanannya dia nanti ke jakarta menggunakan bus pasti akan menyenangkan. Dia dapat melihat pemandangan yang seolah-olah berjalan meninggalkan dia dan akan bertemu dengan banyak orang serta berkenalan, syukur-syukur bisa ketemu jodoh sepanjang perjalanan nanti, gumam dia. Ya, hari ini memang hari yang tedjo tunggu yaitu hari dimana dia akan melakukan perjalanan jauh untuk pertama kali, seperti lelaki kebanyakan di desanya yang seolah-olah wajib merantau ke jakarta untuk mengais rejeki di ibu kota.

Tepat pukul 08.00 pagi tedjo beranjak menuju terminal bus, setelah sebelumnya pamitan dengan bapak ibunya dan tidak lupa sanak saudara serta tetangga dekat yang turut mengiringi kepergian pemuda harapan desa ini. Setumpuk harapan dan doa diucapkan bergantian oleh keluarga, saudara dan tetangga dalam prosesi resmi pelepasan tedjo untuk merantau. Air mata mengalir menghiasi wajah ibunda tedjo yang sebenarnya enggan untuk melepas anaknya, namun demi masa depan yang lebih cerah ibunda tedjo harus rela, beliau tidak mau tedjo mengalami nasib yang sama dengan dirinya.

Sesampainya di terminal tedjo langsung bergegas menuju pool bus dimana telah berjejer bus yang bertuliskan purwokerto – jakarta PP yang tertera di kaca depan bus. Tiket sebelumnya sudah dia beli dari om jojo yang kebetulan agen bus antar kota antar propinsi yang juga adik dari ibunya tedjo. Dengan tiket di tangan, kemudian dia genggam erat sambil berikrar dalam hati “aku harus jadi orang sukses, jakarta I’m coming”. Sesekali dia melihat kembali waktu keberangkatan bus yang tertera pada tiket, dimana pukul 10.00 seharusnya dia berangkat, namun sampai pukul 10.30 tak kunjung ada keberangkatan, berpikir sejenak kemudian dia melanjutkan aktifitasnya berselancar di dunia maya melalui smartphone miliknya.

Hingga pukul 12.00 tedjo menunggu tak kunjung ada tanda-tanda keberangkatan bus, tedjo mulai bosan menunggu. Untuk menghilangkan kebosanan kemudian tedjo mengajak berbincang seorang kondektur yang sedang menyantap gorengan dan minum kopi disebuah ruko kecil di dalam terminal, tedjo bertanya mengenai suka dukanya menjadi kondektur, suka dukanya hidup dijalanan serta kehidupan keluarga si kondektur. Dari obrolan tersebut tedjo mendapat pengalaman cerita, betapa hebat seorang ayah berjuang demi dapat menghidupi keluarganya, tedjo begitu salut terhadap kondetur tersebut, sekali lagi dia berikrar dalam hati “aku harus jadi orang sukses, harus dapat membahagiakan keluargaku”.

Di sela-sela obrolan panjang dan sudah mulai bingung untuk mencari bahan obrolan lainnya, tedjo pun bertanya kepada sang kondektur “jam berapa kira-kira bus jurusan jakarta akan berangkat pak?”, “Sudah tadi jam 10.00 mas, pool keberangkatan ada diseberang deretan ruko kecil itu, kalau dari pool kedatangan ini, mas tedjo tinggal belok kanan,” jawab si kondektur. “O o oke pak, kalau begitu saya ke arah kiri saja” ucap tedjo dengan wajah datar nan lemas, yang artinya tedjo akan keluar dari terminal dan pulang menuju rumah. Sesampainya di rumah, tedjo kembali disambut dengan isak tangis oleh ibunya, dan kali ini ayahnya juga turut menangis.

Tedjo - Sawah Tedjo


Hari ini cukup cerah, tedjo bergegas menuju sawah yang sehari sebelumnya telah dia bajak. Tedjo membajak sawah tidak dengan kerbau seperti yang dia lihat sewaktu kecil ketika bapaknya membajak sawah, melainkan dengan traktor berbahan bakar solar. Wajah tedjo yang ceria berubah menjadi masam sesampainya di sawah, dia melihat sawah hasil bajakannya telah berubah menjadi arena bermain anak-anak di desanya. Dalam kemarahannya tedjo masih sempat berpikir cara untuk mengusir anak-anak tersebut namun tidak kemudian membuat anak-anak merasa dimarahi, karena dia sering membaca buku psikologi, tentu dia faham bahwa anak-anak tidak baik dibesarkan dengan sering mendengarkan orang dewasa marah kepada mereka. Untuk mengalihkan perhatian anak-anak, tedjo kemudian membuat beberapa wayang-wayangan berbahan pelepah pisang. Pohon pisang banyak ditanam oleh pak RW disekitaran sawah, karena memang kebun pisang pak RW berseberangan dengan sawah milik tedjo.

Setelah selesai membuat wayang-wayangan kemudian tedjo memanggil anak-anak berjumlah 5 orang tersebut sambil menunjukan wayang-wayangan hasil karyanya, dari kejauhan anak-anak mulai berjalan menuju tedjo. Raut wajah tedjo mulai sumringah karena anak-anak tampak tertarik dengan apa yang dia buat, sesampainya anak-anak ditempat tedjo berada, dengan badan dan wajah penuh lumpur mereka bertanya apa yang dibuat tedjo. Dengan semangat tedjo berkata ini adalah wayang-wayangan hasil karyanya, seketika itu anak-anak berkata “mas tedjo kaya anak kecil aja main wayang-wayangan sampai bajunya kena getah semua” sambil berlalu meninggalkan tedjo dan menghampiri pak Slamet yang saat itu beraut wajah marah dengan membawa sebilah kayu yang diacungkan. Seketika wajah tedjo menjadi kecut, dalam hati tedjo berkata “anak kurang ajar” namun juga senang dan bergumam “rasakan! anak-anak bandel ini pasti dimarahi ayah mereka”.

Belum selesai lamunan tedjo, dari kejauhan dan semakin dekat terdengar suara “tedjoooo, kau apakan tanaman pisangku sampai hancur berantakan begini??” suara pak Slamet yang juga pak RW sambil berlari, tedjo pun lari sampai akhirnya mau tidak mau dia harus terjun ke sawahnya, dengan gaya siap renang dia meluncur ke sawah. Seperti kecebong tedjo bergulat sendiri di sawah, “tedjooo, apa-apaan lagi kamu, kaya anak kecil aja mainan di sawah! Cepat pulang, ibumu mencari” ujar pak Slamet dari tepi sawah yang kemudian bergegas pergi. Tanpa sepatah kata dan tertunduk lesu, tedjo memutuskan mandi lumpur seharian, tak terasa air matanya mengalir.