Hari ini cukup cerah, tedjo bergegas menuju
sawah yang sehari sebelumnya telah dia bajak. Tedjo membajak sawah tidak dengan
kerbau seperti yang dia lihat sewaktu kecil ketika bapaknya membajak sawah,
melainkan dengan traktor berbahan bakar solar. Wajah tedjo yang ceria berubah
menjadi masam sesampainya di sawah, dia melihat sawah hasil bajakannya telah
berubah menjadi arena bermain anak-anak di desanya. Dalam kemarahannya tedjo
masih sempat berpikir cara untuk mengusir anak-anak tersebut namun tidak
kemudian membuat anak-anak merasa dimarahi, karena dia sering membaca buku psikologi,
tentu dia faham bahwa anak-anak tidak baik dibesarkan dengan sering
mendengarkan orang dewasa marah kepada mereka. Untuk mengalihkan perhatian
anak-anak, tedjo kemudian membuat beberapa wayang-wayangan berbahan pelepah
pisang. Pohon pisang banyak ditanam oleh pak RW disekitaran sawah, karena
memang kebun pisang pak RW berseberangan dengan sawah milik tedjo.
Setelah
selesai membuat wayang-wayangan kemudian tedjo memanggil anak-anak berjumlah 5
orang tersebut sambil menunjukan wayang-wayangan hasil karyanya, dari kejauhan
anak-anak mulai berjalan menuju tedjo. Raut wajah tedjo mulai sumringah karena
anak-anak tampak tertarik dengan apa yang dia buat, sesampainya anak-anak
ditempat tedjo berada, dengan badan dan wajah penuh lumpur mereka bertanya apa
yang dibuat tedjo. Dengan semangat tedjo berkata ini adalah wayang-wayangan
hasil karyanya, seketika itu anak-anak berkata “mas tedjo kaya anak kecil aja main wayang-wayangan sampai bajunya kena
getah semua” sambil berlalu meninggalkan tedjo dan menghampiri pak Slamet
yang saat itu beraut wajah marah dengan membawa sebilah kayu yang diacungkan. Seketika
wajah tedjo menjadi kecut, dalam hati tedjo berkata “anak kurang ajar” namun juga senang dan bergumam “rasakan! anak-anak bandel ini pasti
dimarahi ayah mereka”.
Belum selesai lamunan tedjo, dari kejauhan dan
semakin dekat terdengar suara “tedjoooo,
kau apakan tanaman pisangku sampai hancur berantakan begini??” suara pak
Slamet yang juga pak RW sambil berlari, tedjo pun lari sampai akhirnya mau
tidak mau dia harus terjun ke sawahnya, dengan gaya siap renang dia meluncur ke
sawah. Seperti kecebong tedjo bergulat sendiri di sawah, “tedjooo, apa-apaan lagi kamu, kaya anak kecil aja mainan di sawah!
Cepat pulang, ibumu mencari” ujar pak Slamet dari tepi sawah yang kemudian
bergegas pergi. Tanpa sepatah kata dan tertunduk lesu, tedjo memutuskan mandi
lumpur seharian, tak terasa air matanya mengalir.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar