Selasa, 10 April 2018

Tedjo - Sawah Tedjo


Hari ini cukup cerah, tedjo bergegas menuju sawah yang sehari sebelumnya telah dia bajak. Tedjo membajak sawah tidak dengan kerbau seperti yang dia lihat sewaktu kecil ketika bapaknya membajak sawah, melainkan dengan traktor berbahan bakar solar. Wajah tedjo yang ceria berubah menjadi masam sesampainya di sawah, dia melihat sawah hasil bajakannya telah berubah menjadi arena bermain anak-anak di desanya. Dalam kemarahannya tedjo masih sempat berpikir cara untuk mengusir anak-anak tersebut namun tidak kemudian membuat anak-anak merasa dimarahi, karena dia sering membaca buku psikologi, tentu dia faham bahwa anak-anak tidak baik dibesarkan dengan sering mendengarkan orang dewasa marah kepada mereka. Untuk mengalihkan perhatian anak-anak, tedjo kemudian membuat beberapa wayang-wayangan berbahan pelepah pisang. Pohon pisang banyak ditanam oleh pak RW disekitaran sawah, karena memang kebun pisang pak RW berseberangan dengan sawah milik tedjo.

Setelah selesai membuat wayang-wayangan kemudian tedjo memanggil anak-anak berjumlah 5 orang tersebut sambil menunjukan wayang-wayangan hasil karyanya, dari kejauhan anak-anak mulai berjalan menuju tedjo. Raut wajah tedjo mulai sumringah karena anak-anak tampak tertarik dengan apa yang dia buat, sesampainya anak-anak ditempat tedjo berada, dengan badan dan wajah penuh lumpur mereka bertanya apa yang dibuat tedjo. Dengan semangat tedjo berkata ini adalah wayang-wayangan hasil karyanya, seketika itu anak-anak berkata “mas tedjo kaya anak kecil aja main wayang-wayangan sampai bajunya kena getah semua” sambil berlalu meninggalkan tedjo dan menghampiri pak Slamet yang saat itu beraut wajah marah dengan membawa sebilah kayu yang diacungkan. Seketika wajah tedjo menjadi kecut, dalam hati tedjo berkata “anak kurang ajar” namun juga senang dan bergumam “rasakan! anak-anak bandel ini pasti dimarahi ayah mereka”.

Belum selesai lamunan tedjo, dari kejauhan dan semakin dekat terdengar suara “tedjoooo, kau apakan tanaman pisangku sampai hancur berantakan begini??” suara pak Slamet yang juga pak RW sambil berlari, tedjo pun lari sampai akhirnya mau tidak mau dia harus terjun ke sawahnya, dengan gaya siap renang dia meluncur ke sawah. Seperti kecebong tedjo bergulat sendiri di sawah, “tedjooo, apa-apaan lagi kamu, kaya anak kecil aja mainan di sawah! Cepat pulang, ibumu mencari” ujar pak Slamet dari tepi sawah yang kemudian bergegas pergi. Tanpa sepatah kata dan tertunduk lesu, tedjo memutuskan mandi lumpur seharian, tak terasa air matanya mengalir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar